Rabu, 24 Agustus 2011

Dear to nDr Part II


Dari semula aku memang tak pernah punya harapan, setiap hari mereka sahabat2ku yang menyuntikan semangat untuk mengejar apa yang aku mau. Aku coba untuk terus berlari mencari setitik harapan yang mungkin akan terjatuh dari langit. Entah kapan aku bisa, sementara kamu,.kamu terus berlari dan aku tetap disini menunggu. Sekilas kamu berpaling melihatku, seolah-olah kamu berharap aku bisa menyusulmu walau kecil harapan yang bisa ku dapat. Tapi jika memang ada harapan kecil disana mengapa kamu terus berlari kencang padahal aku sudah tak bisa bernafas disini bukankah mustahil bagiku. Ketika ku coba pasrah, sejenak kamu berhenti  seolah-olah menyemangati aku dari jauh kemudian kembali berlari. Kucoba bangkit, tapi malah aku terjatuh dan menangis karena sekuat apa pun aku coba kamu akan tetap seperti itu.
                
Ketika aku berjalan satu langkah kepadamu, kamu berjalan seribu langkah lebih jauh. Seharusnya tak pernah ada kata lelah, karena  sahabat-sahabatku terus bersorak di tepi untuk yakinan  aku bisa. Tapi nada-nada di sekitarmu membuatku lebih patah berkali lipat, cahaya mata mereka isyaratkan aku untuk berhenti saja sampai disini karena akan percuma saja “Dasar gadis bodoh,..siapa lo? Ngerasa pantes lo? Mundur deh.,,,ngapain sih lo?”
                
Mungkin aku tak pernah bisa yakinkan seberapa besar, hatiku pun masih bertanya, sebenarnya apa yang sedang kulakukan sekarang. Terus menyakiti diri sendiri, sudah tak miliki harapan tapi masih tetap berdiri menunggu. Bukankah hanya gadis bodoh saja yang tetap mau tersakiti oleh harapan-harapan kosong dan bayangan-bayangan yang memabukan jiwa. Bisakah tolong aku? Setidaknya katakan sesuatu, sikapmu membuatku berat dan terluka. Apa susah untuk katakan tidak jika memang tidak untuk hatiku? Setidaknya setelah itu aku bisa menangis sepuasnya.  Jika memang aku harus menunggu kamu katakan sesuatu. Apa susah meyakinkan aku yang mencintaimu? Setidaknya aku punya keyakinan aku bisa bersamamu kelak. Jangan takut katakan sesuatu karena takut menyakiti aku, karena sebenarnya aku lebih sakit ketika kamu gantungkan perasaanku di langit tinggi. Agar aku bisa bernafas lagi, seperti sebelum aku mengenalmu.