Aku takjub, bagaimana bisa keadaan rumah ini masih sama seperti aku masih kecil. Sudut –sudut rumah masih sangat bersih dan wangi baunya. Bagaimana mungkin keadaan rumah bisa berubah hanya dalam satu malam saja. Walau aku tak ingat apa yang sebenarnya terjadi setelah heri mengantarku pulang sampai aku merasa sangat berat malam itu. Tapi yang jelas, aku merasa telah lepas dari semua kesakitan. Dan sepertinya aku sedang berkhayal sekarang, kulihat sebuah bola karet besar menggelinding dihadapanku lalu tiba-tiba ada seorang gadis kecil berumur 3 tahunan berlari menyongsong bola yang lebih besar darinya. Jika aku memang tak berhayal gadis kecil itu pasti anak dari slah satu pelanggan butik ibu. Rambutnya terikat rapi dengan kepangan di angkat , sepertinya aku tak pernah merasa asing dengan semua hal ini. Aku merasa semuanya sangat biasa, malah aku merasa sangat bahagia sekarang.
Aku masih mencaridimana sebenarnya ibu, aku coba mencari ke butiq lewat akses jalan di ruang tengah tapi tak ada seorang pun disana.
“Ibuuu.,Toniiii.,,Bi Sum.!!” Aku sengaja berteriak, mungkin saja ada yang mendengar panggilanku dan menjelaskan dengan rasional apa yang sebenarnya terjadi.
Aku sama sekali tak mengerti, tak ada seorang pun di rumah. Sebenarnya dimana mereka? Kenapa tak ada seorang pun yang bilang jika mereka semua kan pergi pagi-pagi buta. Sampai kau merasa kesal sendiri.Aku berpikir untuk mencari mereka di luar rumah, siapa tahu saja beruntung. Aku cepat-cepat mengambil mantel yang tersampai di pinggir sofa, sepertinya udara akan sangat dingin di luar. Ku sisir halaman belakang rumahh dan….Oh tidak…semua sudah membuatku linglung. Keadaan ini persis sama ketika aku masih sangat kecil,bahagia ketika bunga-bunga Bunda mekar begitu indah, apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana bisa bunga-bunga ini tumbuh dan mekar hanya dalam semalaman saja, wanginya saja sampai tercium ke dalam rumah sekarang, semakin harum.
Aku berlari kedalam rumah dengan gemetar berharap dapat menemukan seseorang yang bisa menjelaskan hal yang sama sekali tak masuk akal. Kemana ibu? Toni? Bahkan Bi Sum..Apa mungkin mereka pergi meninggalkan aku sendirian disini, seperti semua orang kemarin. Dan ya.,,sepertinya aku sedang berkhayal. Buktinya saja gadis kecil yang kulihat tadi menghilang begitu saja, dan bagus, aku merasa sangat takut sekarang. Pikiranku berputa keras sekarang, mencoba mencerna semua yang trjadi padaku pagi ini.
Tiba-tiba saja bel terdengar dari pintu depan rumah, mudah-mudahan saja itu mereka. Aku sangat berharap itu mereka, yag sebenarnya memang baru pulang mengantarkan Toni sekolah atau Bi Sum yang memang baru pulang dari pasar seperti biasa.
Aku sudah gemetar ketakutan, hampir tak bisa mencerna lagi apa yang sebenarnya terjadi sekarang, aku berlari segera menuju pintu depan dimana suara bel tadi berasal. Kuraih batang pintu dengan tergesa untuk menemukan semua jawaban yang tepat.
Bukan….Ternyata bukan ibu, juga bukan Bi Sum. Seorang yang pernah memberiku kesakitan, membuatku harus menyimpan cintaku pada pria malaikat itu, yang membuat hidupku hampa, seorang yang pantas bertanggung jawab dalam kesakitan hidupku. Bayangan ketika dia pergi masih terasa, aku meneteskan air mata tiba-tiba. Bagaimana bisa dia berada di sini, di depan rumahku. Persis sama seperti 9 tahun lalu ketika dia memutuskan untuk meninggalkan aku walau saat itu aku menangis histeris tak mau dia pergi. Semua bayangan masa lalu muncul begitu saja, membuatku semakin terisak menahan rasa sakit yang tak pernah ingin kurasakan lagi semenjak iya terbaring kaku dan menghembuskan nafas terakhirnya tanpa menjelaskan apapun selain kata maaf. Suaraku berat, ingin rasanya mengatakan sesuatu tapi tak bisa, aku hanya menangis tersedu.
Aku pikir bisa bahagia lagi sekarang, ketika melihat wajahnya begitu bercahaya dan tersenyum indah sambil membawa seikat Lilisegar di tangannya. Ya…aku bisa bahagia lagi sekarang, tanpa Fajar...atau Heri sekali pun..dia yang akan menerima aku apa adanya, menyelamatkan hidupku walau disana awal kesedihanku.
“Arif…” suaraku bergetar,rasanya sudah lama aku merindukan memanggil nama itu.
“Arif…Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah saat itu..?! Bisa jelaskan?! Apa kamu tahu dimana Ibu?! Akuu,..Akk..Akkkk…” Kataku gemetar, suaraku hilang,semakin membuatku panik tak karuan.
Dia memelukku begitu erat, dan sekali lagi aku merasakan kelembutan ketika dia menjagaku 9 tahun lalu ketika aku merasa sendiri karena kepergian Ayah dan Ibu. Pelukannya membuatku damai, membuatku tak mau sadari apa yang sbenarnya telah terjadi. Aku merasa keskitanku terangkat tanpa sisa, kepedihan panjangku lenyap begitu saja. Aku menangis sendu di pelukannya,,aku yakin ini bukan tangis sedihku, aku yakin ini hanya tangisan kebahagiaanku yang memang tertahan belakangan ini.
“Maaf…” Suaranya berat, aku ykin ada nada menyesal didalamnya.
Ya..Aku rasa ini memang akhir deritaku. Aku masih ingat benar, bagaimana arif melindungiku saat anak-anak lain menggangguku. Ketika anak-anak lain bisa menangis dipelukan orang tua mereka, Arif yang datang memelukku. Ketika aku sekarat dan ayahku pergi karena kecelakaan maut itu.
“Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi…” Kataku masih menangis.
Dia melepaskan pelukannya, lalu menyeka air mataku, begitu tenang. Dia langsung menarik tanganku untuk masuk kedalam rumah. Aku tak tahu kmana kami akan pergi sebenarnya, begitu erat menggenggam tanganku. Dan sekali lagi aku terkejut ketika memasuki ruang makan.
“Ayah…! Bunda…!” Kataku tekejut.
Mereka hanya tersenyum, seolah-olah mem